Kereta, Kopi dan Kotak Merah

Leave a comment

May 16, 2013 by Ruang Nella

Sudah tiga cangkir aku menenggak kopi. Ampas hitamnyamembentuk mulut badut di wajahku. Kopi kedua membentuk mulut badut putih karenabusanya. Ampas ketiga, tertelan hingga paru-paru. Aku melihatnya di cangkirketiga tegukan ke tiga belas. Cangkirku kosong. Kerongkonganku menyedak. Dia persisdi hadapanku, menatapku dari cangkir. Atau mungkin dia menatap cangkirku.

 

Aku melihat inspirasi di lakunya. Ada kendalinya dalamdiriku. Darahku. Sensorikku. Motorikku. Menyusup dalam cara pikirku. Tuturku. Ah,dia hanya terjebak dalam cangkir ini. Dia menatapku dari cangkir. Dia menyapakudalam kotak yang dibuatnya. Kotak merah.

 

Sapanya yang merah, memposisikanku seperti banteng. Bermain pacudi kotak merahnya. Berlari pada setiap arah kotak tanggung itu. Rupanya dia punbukan matador kejam. Kotak merah itu laiknya sangkar baru untukku. Tidak menjanjikanapapun kecuali perasaan nyaman berada dalam eraman induk. Sangkar kotak merahitu juga yang mungkin akan mengajariku untuk berani berdiri di kakiku sendiri. Kelak,ketika sangkar itu mengurai menjadi jerami-jerami atomis.

Aku menunggu hingga cangkir cangkir kopinya habis. Tapi akutak tau apakah masih ada ampas di cangkirnya. Ataukah bebusa tertinggal ditepian cangkir-cangkir itu, atau salah satunya. Cangkir, kopi, dan kotak merahitu tertinggal di meja nomor 13. Dan tegukan terakhirku 13.

Tiga belas langkah jarak antar-kursi kami. Dia menghampirikudengan kotak merah tertinggal di meja, bersama cecangkir yang mungkin kosongitu. Kotak merah pun ternyata bukan untukku. Dia memberikan lebih dari kotak itu. Genggaman merah hingga stasiun. Keretaku, keretanya, berangkat pukul 13.00 menuju sangkar abadi.

 

 

Tepian, dalam kenangan kopi, cangkir dan kotak merah.

Leave a comment